BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ilmu alamiah atau sering disebut ilmu pengetahuan alam (natural science), merupakan pengetahuan
yang mengkaji mengenai gejala-gejala dalam alam semesta, termasuk di muka bumi
ini, sehingga terbentuk konsep dan prinsip. Ilmu Alamiah Dasar hanya mengkaji
konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar yang essensial saja.
Pada pembahasan kali ini kami akan membahas Ilmu Alamiah
Dasar secara lebih spesisfik lagi, yaitu pembahasan mengenai Global Warming. Makalah ini dibuat untuk menambah
pengetahuan tentang pemanasan global atau global warming yang sedang terjadi
saat ini. Banyak faktor atau penyebab yang membuat pemanasan global itu sendiri
terjadi. Masalah dunia ini belum bisa teratasi, belum ada solusi yang efektif
untuk menyelesaikannya. Mungkin sudah banyak penanggulangan yang sudah
dilakukan, akan tetapi belum terlalu terlihat hasilnya yang dapat kita rasakan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari
makalah ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan global
warming?
2. Bagaimanakah proses terjadinya global
warming?
3. Apa saja penyebab utama terjadinya global
warming?
4. Bagaimanakah dampak dari terjadinya global
warming?
5. Bagaimanakah solusi untuk mengatasi
terjadinya global warming?
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Global Warming
Pemanasan Global (Inggris:
global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah
meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama
seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on
Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar
peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan
besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas
rumah kaca akibat aktivitas manusia" melalui efek
rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan
ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih
terdapat beberapa ilmuwan
yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.
Model iklim yang
dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan
meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990
dan 2100. Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan
skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca pada masa
mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian
besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka
air laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun
walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas kalor lautan.
Meningkatnya suhu
global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya
permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser,
dan punahnya berbagai jenis hewan.
Beberapa hal yang masih
diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan
terjadi pada masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang
terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga
saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa,
jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan
pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi
yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah
menandatangani dan meratifikasi Protokol
Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.
2.2 Proses Terjadinya Global Warming
Pemanasan Global terjadi diawali dari meningkatnya
Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Gas Rumah Kaca terdiri dari gas
karbondioksida (CO2), metan (CH4), Nitrogen Oksida (NO),
Ozon (03) dan gas buatan manusia seperti chloro-fluoro carbon (CFC) (Mukono, 2003). Gas-gas rumah kaca yang
paling penting menangkap panas di dalam atmosfer adalah uap air dan
karbondioksida (Foley, 1993). Keberadaan gas rumah kaca inilah yang menyebabkan
terjadinya efek rumah kaca sehingga menyebabkan pemanasan global.
2.3 Penyebab Terjadinya Global
Warming
1.
Efek Rumah Kaca
Segala sumber
energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya
tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari cahaya
menjadi
panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan menyerap sebagian
panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi
infra
merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap
terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas
rumah kaca antara lain uap air, karbon
dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi
perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali
radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi dan akibatnya panas tersebut akan
tersimpan di permukaan Bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga
mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut
berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca.
Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak
panas yang terperangkap di bawahnya.
Efek rumah kaca
ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi, karena
tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata sebesar
15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C
(59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi
hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global.
2.
Efek Umpan Balik
Anasir penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh
berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air. Pada
kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca seperti CO2,
pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air yang menguap
ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca,
pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara sampai
tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang
dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2
sendiri. (Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara,
kelembapan relatif
udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara menjadi menghangat).
Umpan balik ini hanya berdampak secara perlahan-lahan karena CO2
memiliki usia yang panjang di atmosfer.
Efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi
objek penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan
kembali radiasi infra merah ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek
pemanasan. Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan
sinar Matahari dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek
pendinginan. Apakah efek netto-nya menghasilkan pemanasan atau pendinginan
tergantung pada beberapa detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian
awan tersebut. Detail-detail ini sulit direpresentasikan dalam model iklim,
antara lain karena awan sangat kecil bila dibandingkan dengan jarak antara
batas-batas komputasional dalam model iklim (sekitar 125 hingga 500 km
untuk model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat). Walaupun
demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila dibandingkan dengan
umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah pemanasan) dalam semua model
yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC ke Empat.
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan
memantulkan cahaya (albedo)
oleh es. Ketika suhu global meningkat, es yang berada di dekat kutub mencair
dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersamaan dengan melelehnya es tersebut,
daratan atau air di bawahnya akan terbuka. Baik daratan maupun air memiliki
kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan es, dan
akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi Matahari. Hal ini akan menambah
pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi es yang mencair, menjadi suatu
siklus yang berkelanjutan.
Umpan balik positif akibat terlepasnya CO2
dan CH4 dari melunaknya tanah beku (permafrost)
adalah mekanisme lainnya yang berkontribusi terhadap pemanasan. Selain itu, es
yang meleleh juga akan melepas CH4 yang juga menimbulkan umpan balik
positif. Kemampuan lautan untuk
menyerap karbon juga akan berkurang bila ia menghangat, hal ini diakibatkan
oleh menurunya tingkat nutrien pada zona mesopelagic sehingga membatasi
pertumbuhan diatom
daripada fitoplankton yang merupakan penyerap karbon yang rendah.
3.
Variasi Matahari
Variasi Matahari
adalah perubahan jumlah energi radiasi yang dipancarkan oleh Matahari.
Terdapat beberapa komponen periodik yang memengaruhi variasi ini, yang terutama
adalah siklus Matahari 11-tahunan
(atau siklus bintik hitam Matahari), selain fluktuasi-fluktuasi lainnya yang
tidak periodik. Aktivitas Matahari diukur dengan menggunakan satelit selama
beberapa dekade terakhir setelah pada waktu sebelumnya pengukuran dilakukan
melalui variabel-variabel 'proksi'. Para ilmuwan
iklim tertarik untuk mengetahui apakah variasi Matahari berpengaruh terhadap
Bumi.
Variasi dalam total solar irradiance (TSI)
sebelumnya tidak dapat diukur atau dideteksi hingga era penggunaan satelit,
walaupun sebagian kecil panjang gelombang ultraviolet
bervariasi beberapa persen. Output total Matahari yang telah diukur (selama 3
kali periode siklus bintik hitam 11-tahunan) menunjukkan variasi sekitar 0,1% atau
sekitar 1,3 W/m2 dari maksimum ke minimum selama siklus bintik hitam
11-tahunan. Jumlah radiasi Matahari yang diterima permukaan luar atmosfer Bumi
sedikit bervariasi dari nilai rata-rata 1366 watt per meter persegi
(W/m2).
Fenomena variasi Matahari dikombinasikan dengan
aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan beberapa efek perubahan
iklim, sebagai contoh selama Maunder Minimum. Sebuah
studi tahun 2006 dan review dari beberapa literatur, yang dipublikasikan dalam Nature,
menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan tingkat "keterangan" dari
Matahari sejak 1970, dan bahwa perubahan output Matahari selama 400 tahun
terakhir kecil kemungkinannya berperan dalam pemanasan global. Perlu
ditekankan, laporan tersebut juga menyatakan "Selain tingkat
"keterangan" Matahari, hal-hal lain yang dapat memengaruhi iklim
seperti radiasi sinar kosmik atau sinar ultraviolet Matahari tidak dapat
dikesampingkan, kata penulis tersebut. Akan tetapi, pengaruh-pengaruh lain ini
belum dapat dibuktikan, tambah mereka, karena model-model fisik untuk efek-efek
ini masih belum sempurna dikembangkan."
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari
Matahari, dengan kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat
memberi kontribusi dalam pemanasan saat ini. Perbedaan antara mekanisme ini
dengan pemanasan akibat efek rumah kaca adalah meningkatnya aktivitas Matahari
akan memanaskan stratosfer sebaliknya efek rumah kaca akan mendinginkan
stratosfer. Pendinginan stratosfer bagian bawah paling tidak telah diamati
sejak tahun 1960,[7]
yang tidak akan terjadi bila aktivitas Matahari menjadi kontributor utama
pemanasan saat ini. (Penipisan lapisan
ozon juga dapat memberikan efek pendinginan tersebut tetapi penipisan
tersebut terjadi mulai akhir tahun 1970-an.) Fenomena variasi Matahari
dikombinasikan dengan aktivitas gunung berapi mungkin telah memberikan efek
pemanasan dari masa pra-industri hingga tahun 1950, serta efek pendinginan
sejak tahun 1950.
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa
kontribusi Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Dua ilmuwan
dari Duke University memperkirakan bahwa Matahari mungkin telah
berkontribusi terhadap 45-50% peningkatan suhu rata-rata global selama periode
1900-2000, dan sekitar 25-35% antara tahun 1980 dan 2000. Stott dan rekannya
mengemukakan bahwa model iklim yang dijadikan pedoman saat ini membuat
perkiraan berlebihan terhadap efek gas-gas rumah kaca dibandingkan dengan
pengaruh Matahari; mereka juga mengemukakan bahwa efek pendinginan dari debu
vulkanik dan aerosol sulfat juga telah dipandang remeh. Walaupun demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan
meningkatkan sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian
besar pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh
gas-gas rumah kaca.
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuwan dari Amerika
Serikat, Jerman
dan Swiss
menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat
"keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus
Matahari hanya memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat
"keterangannya" selama 30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil
untuk berkontribusi terhadap pemansan global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak
ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985,
baik melalui variasi dari output Matahari maupun variasi dalam sinar kosmis.
2.4 Dampak Pemanasan Global
Para ilmuwan
menggunakan model komputer dari suhu, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer
untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuwan
telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi
permukaan air laut, pantai,
pertanian,
kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.
1.
Ketidakstabilan Iklim
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah
bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas
lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair
dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan
Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin
tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang
ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam
akan lebih panjang di beberapa area. Suhu pada musim
dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan
menjadi lebih lembap karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para
ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembapan
tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh
lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas
rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada
atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang
lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa
luar, dimana hal
ini akan menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air).
Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar
1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh
dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi
lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya
beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup
lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane)
yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar.
Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin
mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
2.
Peningkatan Permukaan Laut
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan
juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi
permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama
sekitar Greenland,
yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia
telah meningkat 10 – 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para
ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 – 88 cm (4 - 35 inchi)
pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi
kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan
6 persen daerah Belanda,
17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing,
pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara
sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya
akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya,
sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari
daerah pantai.
Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat
memengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan
menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika
Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan
dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian
besar dari Florida Everglades. Kecenderungan
global kenaikan permukaan laut sekitar 1,8 mm/tahun. Penyebab utama yang sangat
diperhitungkan adalah ekspansi termal dari lapisan permukaan laut dan
mencairnya glacier. Pemanasan global juga mencairkan lapisan es di
kutub, terutama Greenland yang menyebabkan volume air laut meningkat. Tinggi
muka laut selama abad 20 telah meningkat 10-25 cm (4-10 inchi) dan diprediksi
oleh para ilmuwan IPCC akan terus meningkat 9 - 88 cm (4-35 inchi)
pada abad 21. Kenaikan 100 cm akan menenggelamkan 6% Belanda dan 17,5%
Bangladesh.
3. Suhu Global Meningkat
Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan
lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di
beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari
lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan
pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin
tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari
gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju)
musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum
puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami
serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4. Gangguam Ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari
efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam
pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas
pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru
karena habitat
lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan
menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan
mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub mungkin juga akan musnah.
Bila terjadi
kenaikan suhu global rata-rata sebesar 1,5oC -2,5oC, maka
20%-30% spesies tanaman dan hewab akah punah. Meningkatnya tingkat keasaman
laut karena konsentrasi gas C02 yang berlebihan mengancam habitat berbagai
macam spesies hewan dan tanaman.
Peningkatan suhu
juga mempengaruhi pada penyebaran dan reproduksi ikan.
Hewan dan tumbuhan menjadi mahluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan global karena kemapuan adaptasinya yang lemah. Spesies khas hutan tropis Indonesia tidak mampu bertahan jika kenaikan suhu mencapai lebih dari 0,50 0C.
Hewan dan tumbuhan menjadi mahluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan global karena kemapuan adaptasinya yang lemah. Spesies khas hutan tropis Indonesia tidak mampu bertahan jika kenaikan suhu mencapai lebih dari 0,50 0C.
5. Degradasi Tanah
Defenisi degradasi tanah
cukup banyak diungkapkan oleh para pakar tanah, namun kesemuanya menunjukkan
penurunan atau memburuknya sifat-sifat tanah apabila dibandingkan dengan tanah
tidak terdegradasi. Degradasi tanah menurut FAO adalah hasil satu atau lebih
proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial
untuk memproduksi barang dan jasa. Defenisi tersebut menunjukkan pengertian
umum dengan cakupan luas tidak hanya berkaitan dengan pertanian.
Masalah degradasi sifat-sifat tanah dirasakan
makin begitu penting belakangan ini. Degradasi tanah biasanya dievaluasi dari
sifat fisik dan kimia tanah. Badan Dunia seperti FAO turut mengambil langkah
kongkrit untuk membantu mengurangi laju peningkatan luas tanah yang mengalami
penurunan sifat-sifatnya. Melalui Regional Office for Asia and the Pacific,
pada tahun 1989 FAO membentuk Expert Consultation of the Asian Nerwok on
Problom Soil. Badan ini bertemu secara rutin untuk membahas langkah-langkah
guna mengurangi degradasi tanah di kawasan Asia.
Degradasi tanah sulit dihindari jika pemanasan terus
terjadi. Degradasi tanah kemudian akan menimbulkan kawasan/areal tanah yang
tidak mampu menumbuhkan organisme, kemudian berubah menjadi gurun. Hal ini
terjadi karena tidak seimbangnya aspek input dan ouput. Input berkaitan dengan
perbaikan tanah atau penyuburan dan pemupukan, sedangkan output dikaitkan
dengan serapan hara oleh tanaman dan kemungkinan kehilangan hara oleh erosi.
Degradasi sering terjadi pada tanah-tanah terlantar dan ditunjukkan dengan
gejala pertumbuhan tanaman yang kurang baik.
6. Timbulnya Berbagai Macam Penyakit
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas
juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan
malnutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut
akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti:
diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, dan lain-lain.
7. Dampak Terhadap Sosial dan Ekonomi
Global Warming
adalah masalah yang sangat besar, dampak dari pemanasan global ini tidak hanya
dirasakan oleh lingkungan sekitar kita tapi juga berdampak langsung pada aspek
kehidupan manusia, seperti;
a.
Perekonomian
Nilai kerugian materi secara eksak
akibat pemanasan global belum dapat ditentukan, karena banyaknya rentetan
bencana yang timbul, dimana disetiap bencana memiliki tingkat kerugian berbeda.
Emisi gas Rumah Kaca tidak bisa dilepaskan dari aktivitas ekonomi. Data yang
diungkapkan Bank Dunia, emisi karbondikosida (C02) sangat berperan
besar dalam menopang kegiatan dan pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia.
b.
Gangguan Produktivitas Pangan
Iklim mempengaruhi produksi pangan,
oleh karena itu penerapan klimatologi pada pertanian sangat penting mengingat
setiap jenis tanaman pada setiap tingkat pertumbuhan memerlukan kondisi iklim
yang berbeda. Perubahan iklim dapat mengurangi kesuburan tanah sebesar 2%-8%
yang menghasilkan pengurangan proyeksi hasil beras. Perubahan iklim yang
berlangsung selama ini terbukti telah berpengaruh langsung pada sektor
pertanian, misalnya antara tahun 1980-1990 rata-rata turun 300.000 ton per
tahun.
c.
Gangguan Transportasi
Perubahan cuaca merupakan faktor yang sangat menentukan bagi
keselamatan transportasi, khusunya transportasi udara dan laut. Unsur-unsur
cuaca yang menentukan dalam transportasi adalah :
1)
Kabut
2)
Awan
3)
Jarak Penglihatan
4)
Turbulensi Udara
5)
Arah dan Kecepatan Angin
2.5
Solusi untuk mengatasi Global Warming
Berhenti Atau Kurangilah Makan Daging !
Dalam laporannya yang berjudul Livestock’s Long
Shadow : Environmental Issues and Options (dirilis November 2006), PBB mencatat
bahwa 18% dari pemanasan global yang terjadi saat ini disumbangkan oleh
industri peternakan, yang mana lebih besar daripada efek pemanasan global yang
dihasilkan oleh seluruh alat transportasi dunia digabungkan ! PBB juga
menambahkan bahwa emisi yang dihitung hanya berdasarkan emisi CO2 yang
dihasilkan, padahal selain sebagai kontributor CO2 yang hebat, industri
peternakan juga merupakan salah satu sumber utama pencemaran tanah dan
sumber-sumber air bersih.
Sebuah laporan dari Earth Institute menegaskan
bahwa diet berbasis tanaman hanya membutuhkan 25% energi yang dibutuhkan oleh
diet yang berbasis daging. Penelitian yang dilakukan Profesor Gidon Eshel dan
Pamela Martin dari Universitas Chicago juga memberikan kesimpulan yang sama :
mengganti pola makan daging dengan pola makan vegetarian 50% lebih efektif
untuk mencegah pemanasan global daripada mengganti sebuah mobil SUV dengan
mobil hibrida. Seorang vegetarian dengan standar diet orang Amerika akan
menghemat 1,5 ton emisi rumah kaca setiap tahunnya ! Seorang vegetarian yang
mengendarai SUV Hummer masih lebih bersahabat dengan lingkungan daripada
seorang pemakan daging yang mengendarai sepeda !.
2. Batasilah Emisi Karbondioksida !
Bila memungkinkan, carilah sumber-sumber energi
alternatif yang tidak menghasilkan emisi CO2 seperti tenaga matahari, air,
angin, nuklir, dan lain-lain. Bila terpaksa harus menggunakan bahan bakar fosil
(yang mana akan menghasilkan emisi CO2), gunakanlah dengan bijak dan efisien.
Hal ini termasuk menghemat listrik dan energi, apalagi Indonesia termasuk
negara yang banyak menggunakan bahan bakar fosil (minyak, batubara) untuk
pembangkit listriknya. Matikanlah peralatan listrik ketika tidak digunakan,
gunakanlah lampu hemat energi, dan gunakanlah panel surya sebagai energi
alternatif.
3. Tanamlah Lebih Banyak Pohon !
Tanaman hijau menyerap CO2 dari atmosfer dan
menyimpannya dalam jaringannya. Tetapi setelah mati mereka akan melepaskan
kembali CO2 ke udara. Lingkungan dengan banyak tanaman akan mengikat CO2 dengan
baik, dan harus dipertahankan oleh generasi mendatang. Jika tidak, maka karbon
yang sudah tersimpan dalam tanaman akan kembali terlepas ke udara sebagai CO2.
Peneliti dari Louisiana Tech University menemukan
bahwa setiap acre pepohonan hijau dapat menangkap karbon yang cukup untuk
mengimbangi emisi yang dihasilkan dari mengendarai mobil selama setahun. Sebuah
studi yang dilakukan oleh layanan perhutanan di Amerika Serikat juga
menunjukkan bahwa penanaman 95.000 pohon yang dlakukan di dua kota kecil di
Chicago memberikan udara yang lebih bersih dan menghemat biaya yang berhubungan
dengan pemanasan dan pendinginan udara sebesar lebih dari US$ 38 juta dalam 30
tahun ke depan.
4. Daur Ulang (Recycle) dan Gunakan Ulang (Reuse)
Kalkulasi yang dilakukan di California
menunjukkan bahwa apabila proses daur ulang dapat diterapkan hingga di level
negara bagian California, maka energi yang dihemat cukup untuk suplai energi
bagi 1,4 juta rumah, mengurangi 27.047 ton polusi air, menyelamatkan 14 juta
pohon, dan mengurangi emisi gas rumah kaca hingga setera dengan 3,8 juta mobil
!
5. Gunakan Alat Transportasi Alternatif Untuk
Mengurangi Emisi Karbon
Penelitian yang dilakukan Universitas Chicago
menunjukkan bahwa beralih dari mobil konvensional ke mobil hibrida seperti
Toyota Prius dapat menghemat 1 ton emisi per tahun.
Mengkonsumsi makanan produk lokal akan mengurangi
emisi dalam jumlah yang cukup signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Iowa
State University pada tahun 2003 menemukan bahwa makanan non-lokal rata-rata
menempuh 1.494 mil sebelum dikonsumsi, bandingkan dengan makanan lokal yang
hanya menempuh 56 mil. Bayangkan betapa banyak emisi karbon yang dihemat dengan
perbedaan 1.438 mil tersebut !
Gunakan sepeda sebanyak yang kita bisa sebagai
metode transportasi. Selain menghemat banyak energi, bersepeda juga merupakan
olahraga yang menyehatkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Pemanasan
Global (Inggris: global warming) adalah suatu proses
meningkatnya suhu
rata-rata atmosfer,
laut, dan daratan Bumi.
2.
Pemanasan
Global terjadi diawali dari meningkatnya Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer. Gas
Rumah Kaca terdiri dari gas karbondioksida (CO2), metan (CH4),
Nitrogen Oksida (NO), Ozon (03) dan gas buatan manusia seperti chloro-fluoro carbon (CFC).
3.
Penyebab
utama terjadinya global warming adalah efek rumah kaca, efek umpan balik, dan
variasi matahari.
4.
Akibat
terjadinya global warming menyebabkan perubahan iklim, degradasi tanah,
meningkatnya suhu bumi, naiknya permukaan air laut dan lain-lain.
5.
Solusi
untuk mengurangi dampak global warming antara lain menanam lebih banyak pohon,
melakukan daur ulang, menggunakan alat transportasi alternatif dan transportasi
masal, dan lain-lain.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim: http://id.wikipedia.org/wiki/Pemanasan_global disunting pada hari Jum’at,
tanggal 14 September 2012
Talihta, Jeihan dkk: http://nesatta-grup2.blogspot.com/2009_09_08_archive.html disunting pada hari Minggu tanggal 16
September 2012
Andriani, Evi: http://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/12/degradasi-tanah/
disunting pada hari Minggu 16 Septemner 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar